Minggu, 04 Desember 2016

Mencoba mencetak Galur Murni ayam Hutan Merah (Gallus gallus)

Jadi peternak itu mudah mas, Paakde, para senior tapi menyandang predikat breeder itu yang susah.

Apalagi kalau hanya sekedar mikat di hutan, abis itu di pelihara namanya itu membunuh populasi ayam hutan di alam, karena kalau kita ingin jadi peternak tinggal kita beli indukan, atau jerat di hutan lalu kawinkan, tunggu hasilnya, beres dah lulus lah kita mendapat predikat peternak, cum laude lagi kwkwkwkwk. Publikasi di media, bisa deh dapat Doktor Honoris Causa

Sejatinya breeder itu berat

Bagaimana dengan breeder, wow itu yang berat. karena di luar negeri sana breeder merupakan profesi, bukan sekedar pengisi waktu luang semacam kita (saya) tapi ga ada salahnya kan kita meniru mereka?
butuh waktu, biaya dan tenaga dan juga komitmen.

Setidaknya etos yang mereka pegang, Bukan buat sekedar gengsi tapi lebih pada kepuasan diri, itu menurut saya.


Maaf Paragraf ini agak nyinyir, kebanyakan yang ada banyak orang melakukan penangkapan original dari hutan untuk di budidayakan, di silang, bahkan parahnya langsung di Jual. wehhh namanya mengurangi populasi di alam. kalau bukan kita siapa lagi yang melestarikan.

Jika memang ingin membudidaya dengan melakukan silangan untuk mencari keunggulan secara ilmial bisa dilakukan karena semua ayam di dunia khsusunya ayam ras tetuanya dari ayam hutan merah. so artinya genetika AHMS merupakan plasma nutfah yang perlu di jaga, jaganya ya melalui kemurnian genetikanya. Namun mereka yang hanya untuk kebanggaan alias iseng2 membeli dari hasil pikat ini yang bisa berabe, yang mikat dan jual ini predator.

Nah dilanjut...

Ketika seorang pembudidaya unggas (peternak) melakukan domestikasi pada AHMS bisa menyilangkan dengan ayam kampung, akan berhenti pada titik ternakannya sudah berproduksi, maka seorang breeder masih harus terus berjalan, berbulan-bulan menunggu si anak paud besar dan dapat di kawinkan lagi

Mengapa terjal? Karena kita akan berhadapan dengan berbagai masalah terkait ternakan kita, ada yang sakit lah, mati lah, ga mau berjodoh lah, perilakunya ga sesuai keinginan lah dan lah lah yang lainnya.

Mengapa gelap? Karena kita belum punya panduan “ilmu titen” terhadap hasil ternakan kita, kenapa? Karena jam terbang kita yang masih nol besar, pertanyaan apakah anakannya lebih baik atau lebih jelek dari indukannya, apakah sifat yang baik ataupun jelek akan diturunkan pada anaknya, pada cucunya, pada buyutnya dan seterusnya…nah untuk menerangi gelap itu jalan satu-satunya ya harus kita ikuti perkembangan materi kandang kita, dan itu butuh waktu,..dan hanya orang sabar yang punya waktu..berjalan ditempat gelap harus perlahan-lahan, ga bisa ngebut..makanya sebelum memutuskan menjadi breeder, Tanya dulu diri sendiri apa saya punya waktu ya?? Sampai sekarang saya juga belum bisa menjawab pertanyaan itu.

Mengapa berliku, salah satu jawabnya..dalam perjalanan memelihara materi kandang kita..akan muncul berbagai kejutan (bagi yang baru memulai lho) yang kadang bikin down, kadang bikin happy…kenapa bapaknya merah, induknya hitam kok anaknya ada yang jalak ya? Kenapa induknya jangkung anaknya kuntet ya?he..he..

Sudah intro-nya, sekarang masuk bab pembahasan…
Ketika kita mendatangkan mendatangkan materi untuk breeding di kandang kita, usahakan mendapatkannya dari peternak yang benar-benar anda percayai, tanyakan silsilahnya sebagai gambaran awal bagi kita, karena saya yakin ketika kita mendatangkan materi ternak bagi kandang kita, pasti sebelumnya sudah tergambar mau bagaimana ke depannya, dan tergambar pula hasil yang hendak dicapai dengan materi tersebut.

Ada banyak metode yang telah dikembangkan oleh banyak breeder konservasi diseluruh dunia dalam rangka memperkokoh pondasi materi dikandang mereka, sehingga menghasilkan berbagai macam unggas semisal merpati, ayam  dengan karakter yang kuat, unggul dan hebatnya lagi mampu bertahan selama puluhan tahun dan puluhan generasi…sementara itu baru sampai dimana ternakan kita??

Dalam upaya konservasi memurnikan galur murni ayam, khususnya ayam hutan, yang saat ini telah bercampur aduk gennya dengan ayam kampung, yang menjadi nama ayam burgo, maka beberapa langkah agar sifat asli kembali keluar  pada generasi selanjutnya, namun sebelum melangkah jauh dalam bahasan saya kali ini mengkhususkan pada pondasi awal dulu, yaitu mencetak strain murni dahulu..alias pure strain.

Sebelumnya saya anggap semua yang tertarik pada bahasan ini telah memahami dasar-dasar genetika Mendel, kalo belum silahkan cek di dokumen terkait. Selain itu anda sudah benar-benar menjatuhkan pilihan pasangan ayam terbaik yang bisa anda dapatkan ingat ujaran seorang breeder bernama Tan Bark, “Good breeding is only a matter of intelligent selection of brood fowl…” (Tan Bark, Game Chickens and How to Breed Them, 1964, p. 27). Pemulia  tak lain hanyalah masalah kecerdasan dalam memilih indukan untuk dibiakkan.

Tahap awal setelah kita menjatuhkan pilihan pada ayam mana yang akan menjadi materi awal penyusun pondasi breeding kita yaitu PURE STRAIN alias STRAIN MURNI dengan perkawinan pola line breeding, untuk itu saya ambilkan system yang digunakan oleh William Morgan dari Morgan Whitehackle Fame dan beberapa breeder dari Inggris yang dikenal dengan metode “ 3 time in and once out ”. Ilustrasi bagan dibuat oleh Dr. Charles RH Everett dan Craig Russell (bagan saya lampirkan)

Generasi ke 1
Generasi ke 2
Generasi ke 3
Generasi ke 4

Perhitungan secara genetiknya adalah :
Generasi ke 1 :
Pejantan x Induk betina
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ½. Mengapa ½??? Karena anak kan berasal dari gabungan gen 2 induknya, jadi si anak mendapat ½ gen bapaknya, dan ½ lagi dari induknya…itu teoritisnya.

Generasi ke 2 :
Pejantan x anak betina
Induk betina x anak jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ¾

Generasi ke 3 :
Pejantan x cucu betina
Induk betina x cucu jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 7/8

Generasi ke 4:
Pejantan x buyut betina
Induk betina x buyut jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 15/16



Anakan hasil generasi ke 4 kita seleksi jantan-jantan terbaik dan betina-betina terbaik ( generasi ke 5 )untuk kita inbreed-kan. Dari hasil seleksi ini bisa kita jadikan indukan-indukan baru dan mengulang lagi pola breeding seperti di awal lagi.

Namun jika kita lebih memilih melanjutkan linebreeding maka Indukan-indukan ini (generasi ke 5 ) oleh C.A Fistensterbusch dijuluki dengan “ “ seed stock “ “.

Atau alternative lainnya adalah, kita pilih 3 atau 5 betina terbaik, kemudian kita mulai breeding system clan mating (akan kita bahas lain waktu saja tentang system ini….okeee).

Nah dengan system beeding ini banyak breeder yang telah mengklaim keberhasilannya dalam mempertahankan karakter unggulan materi kandangnya selama bertahun-tahun. Contohnya, Alva Campbell dengan “ Campbell Blue Boones-nya” dia me-linebreed-kan betina betinanya dengan satu ayam terhebatnya bernama “ Daniel Boone ” hampir selama 11 tahun penuh. D.H Pierce dengan “ Wisconsin Red Shufflers “ dia linebreed-kan selama 35 tahun tanpa kehilangan karakter unggulnya.

Namu hal diatas juga perlu di pertimbangkan tentang pewaris sifat pada fenotif dan genotif yang di turunkan, disini banyak kesalahan peternak yang terjadi, mentang-mentang si jago jawara memiliki trah yang beragam, namun salah memilih indukan yang menjadi ibu yang menelurkan anak-anak paud.


Criss-cross inheritance


Dalam genetika, atau ilmu pewarisan gen (sifat / karakter) dari induk kepada anaknya, pewarisan kualitas suara burung menganut pola criss-cross inheritance. Gampangannya, anak betina meniru sifat / karakter bapaknya. Sebaliknya, anak jantan meniru sifat / karakter ibunya.
Pola criss-cross inheritance di pengaruhi faktor yang terlibat, mulai dari gen dominan dan gen resesif, faktor tunggal dan faktor ganda, faktor gelap, dan sebagainya, yang tidak akan saya jelaskan lebih lanjut di sini.

Pasangan kromosom


Pada Unggas burung, ayam dll pola pewarisan gen terjadi ketika salah satu kromosom dari pasangan kromosom jantan bertemu dengan salah satu kromosom dari pasangan kromosom betina. Pasangan kromosom jantan memiliki simbol ZZ, sedangkan betina memiliki simbol ZW.

Distribusi Kromosom Unggas

Ketika kromosom Z dari induk betina bertemu dengan kromosom Z dari induk jantan, maka anaknya akan berjenis kelamin jantan (ZZ). Tetapi ketika kromosom W dari induk betina bertemu dengan Z dari induk jantan, maka anaknya berkelamin betina (ZW).

Struktur kromosom pada unggas berbeda dari manusia dan hewan mamalia. Pada manusia, laki-laki memiliki kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Penentu jenis kelamin di sini adalah Y yang hanya dimiliki laki-laki. Sebaliknya, pada unggas penentu jenis kelamin adalah W yang hanya dimiliki induk betina.

Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat betapa besar faktor induk betina dalam mempengaruhi jenis kelamin dan kualitas suara anaknya.

Ketika induk betina menghasilkan anak jantan, sesungguhnya ia akan meneruskan kromosom Z ke anaknya, sekaligus mewariskan kualitas fenotip. Lho,

Tunggu dulu! Unggas betina, sebut saja B, tetap mewarisi kualitas bapaknya (C). Tetapi sifat atau karakter itu tidak muncul, karena ia berkelamin betina. B tetap membawa sifat (carrier) kualitas suara maupun fenotip C.

Jika B dikawini pejantan A, maka anaknya (AB) yang jantan akan mewarisi kualitas suara yang pada dirinya tidak muncul. Kualitas itu, jika dirunut, diperoleh AB dari ibunya, dan ibunya mewarisi sifat ini dari C yang notabene kakek AB.
Empat Ilustrasi

Untuk lebih meningkatkan pemahaman ini, saya akan membuat empat ilustrasi, sekaligus kemungkinan yang bisa terjadi pada anak-anaknya yang jantan dan betina.
1. Induk jantan A yang punya trah juara mengawini betina B yang juga punya trah juara.
Jika anaknya betina (AB1), maka ia akan mewarisi bakat bapaknya (A), tetapi tidak bisa dimunculkan karena jenis kelaminnya betina. AB1 merupakan carrierdari kualitas suara A, yang kelak akan diturunkan kepada anak jantan dari AB1.

Jika anaknya jantan (AB2), ia tidak mewarisi kehebatan bapaknya (A), melainkan kualitas suara dari ibunya (B). Karena ibunya adalah trah juara, AB2 pun memiliki trah juara yang berasal dari kakeknya atau bapaknya B.

2. Induk jantan A yang punya trah juara mengawini betina B yang tidak punya trah juara.
Jika anaknya betina (AB1), maka posisinya sama seperti penjelasan poin 1.

Jika anaknya jantan (AB2), ia tidak mewarisi kualitas suara bapaknya (A), tetapi mewarisi kualitas suara ibunya (B). Karena ibunya bukan trah juara, maka ia pun tidak memiliki trah juara (kasus inilah yang sebenarnya dialami rekan saya).

3. Induk jantan A yang tidak punya trah juara mengawini induk betina B yang punya trah juara.
Jika anaknya betina (AB1), ia akan mewarisi sifat bapaknya yang bukan trah juara. Sifat bukan trah juara ini tidak bisa dimunculkan, karena ia hanya pembawa sifat, dan hanya bisa muncul pada anak jantan dari AB1. Jadi, anak dari AB1 kelak juga tidak memiliki trah juara.

Jika anaknya jantan (AB2), maka ia tidak mewarisi sifat bapaknya yang bukan juara, melainkan kualitas suara dari ibunya (B). Karena ibunya punya trah juara, maka  AB2 pun punya trah juara yang berasal dari kakeknya atau bapaknya B.

4. Induk jantan A yang tak punya trah juara mengawini induk betina B yang tidak punya trah juara.
Jika anaknya betina (AB1), ia akan mewarisi sifat bapaknya yang bukan trah juara. Sifat ini tidak dimunculkan karena ia betina. Tetapi AB1 membawa sifat tersebut, yang akan diturunkan kepada anak jantan dari AB1. Nantinya, anak dari AB1 tetap tidak memiliki trah juara.

Jika anaknya jantan (AB2), ia juga tidak mewarisi sifat bapaknya yang bukan juara, melainkan karakter ibunya (B). Karena ibunya juga tidak punya trah juara, maka  AB2 pun tidak memiliki trah juara.

Betina menjadi penentu

Melihat ilustrasi di atas, sekali lagi, peran induk betina dalam penentuan kualitas unggas sangat besar. Ok, Anda tetap membeli jantan yang jawara. Ketika kawin dan anaknya yang jantan tidak berprestasi seperti bapaknya, jangan patah semangat. Peliharalah anak betina sampai dewasa. Ketika dijadikan indukan, sejatinya dia akan menjadi “mesin penghasil uang”, karena akan melahirkan anakan-anakan berkualitas.

Di luar kualitas suara, setiap induk jantan dan betina sama-sama memiliki gen yang baik dan buruk, dan akan diturunkan pada anak-anaknya. Misalnya soal mental, agresivitas, dan lain-lain. Artinya, tidak semua anak yang dihasilkan induk betina berkualitas akan menghasilkan anak jantan berkualitas, karena adanya kombinasi watak dari induk betina dan jantan.

Proporsinya pasti terbelah menjadi berkualitas sangat baik, baik, sedang, dan kurang. Apabila induk jantan dan induk betina sama-sama memiliki trah juara, seperti penjelasan pada poin 1, proporsi untuk mendapatkan anak jantan berkualitas sangat baik dan baik tentu lebih besar daripada hanya induk betinanya saja yang berkualitas.
Faktor penentu lainnya

Lebih dari itu, gen hanyalah salah satu faktor penentu dari prestasi unggas. Ada faktor lain yang tak kalah penting, yaitu lingkungan dan interaksi antara gen dan lingkungan. Faktor lingkungan misalnya pola perawatan, kualitas pakan, suasana kandang / sangkar, cuaca, dan sebagainya.

Kesimpulan

Yang perlu diperhatikan jika kita hendak menggunakan system ini maka ada beberapa hal yang penting kita perhatikan yaitu:

1. Jika kita punya niatan melakukan inbreed maka pilihlah hanya yang mempunyai karakter paling menonjol sesuai tujuan kita

2. Pilihlah yang akan di inbreed tadi tanpa pandang bulu, pilih yang terbaik bukan yang paling menarik anda

3. Dalam line breeding dengan model bagaimanapun usia materi ternak kita jangan disia-siakan, intinya jangan membuang-buang waktu

4. Idealnya pasangkan 1 jantan dengan 1 betina selama 4 atau 5 tahun, fleksibel saja yang penting berapapun pasangannya usahakan selama 4 atau 5 tahun tidak gonta-ganti pasangan.

5. Catatlah secara akurat, setiap perjodohan

6. Lakukan inbreeding dengan akurat dan hati-hati Akhirnya selesai sudah..selamat mencoba!!

Sumber:
1. Narragansett, The Gamecock (1985)
2. Tan Bark, Game Chickens and How to Breed Them (1964)
3. C.A Finsterbusch, Cockfighting All Over the Word, ????
4. Grit and Steel, Histories of Game Strains, ????
5. Kicau.com