Heri D. Putranto1,2)
1) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
2) Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Unib
Jalan Raya W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A
Telp. +62 -736 - 21170 ext. 219 Faks. +62 -736 - 21290
e-mail: heri_dp@unib.ac.id
ABSTRACT
Burgo chicken is one of potential natural fauna resources of Bengkulu Province, Indonesia. The reproductive
physiology status of this endemic species is still remain unclear. The cock well knowns for its beautiful color
and classified as a crowler type fowl. The hen has a potency as an egg producer. Female burgos in this study
were supplemented by 4 levels of katuk leaves extract (non-supplemented, 9, 18 and 27g/chick/day) during 8
weeks. The purpose of this study was to explore the effect of katuk leaves extract supplementation diluted
into drinking water on female burgo’s ovarium and oviduct size, and egg production. The results showed that
the treatment did not significantly affected all parameters (P>0.05). However, the supplemented of katuk
leaves extract hen groups had a higher egg production and ovarium and oviduct size than non-supplemented
group. The reason was katuk leaves contains precursor which has a main role in eicosanoids biosynthesis and
involved in reproduction and physiological process. Katuk leaves also contains estradiol-17β benzoate which
is functioned to improve the reproduction and to stimulate follicle growth and finally caused a higher egg
production.
Key words: Female burgo, egg production, ovarium, oviduct.
ABSTRAK
Ayam Burgo merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Bengkulu dan juga Indonesia yang hingga saat ini
belum banyak diketahui tentang informasi fisiologi reproduksinya. Selain dikenal karena keindahan bulu dan
suara ayam jantannya, ayam Burgo betina juga memiliki potensi sebagai penghasil telur. Pada studi ini, ayam
Burgo betina mendapatkan suplementasi ekstrak daun katuk yang dibagi dalam 4 aras yaitu
nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 gr/ekor/hari selama 8 minggu. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suplementasi ekstrak daun katuk yang diberikan melalui air minum terhadap ukuran ovarium, oviduk dan
tampilan produksi telur ayam Burgo betina sebagai salah satu upaya mendapatkan informasi dasar fisiologi
reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk tidak
berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati (P>0,05). Tetapi dengan adanya suplementasi
ekstrak daun katuk, ayam Burgo betina memiliki kecenderungan untuk bisa menghasilkan produksi telur
yang lebih tinggi serta ukuran ovarium dan oviduk yang lebih baik dibanding ayam nonsuplementasi. Hal ini
disebabkan karena daun katuk memiliki kandungan prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids
dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi serta kandungan senyawa aktif seperti estradiol-17β
benzoat yang dapat meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam
dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi.
Kata kunci: Ayam Burgo betina, ovarium, oviduk, produksi telur
PENDAHULUAN
Satwa unggas dalam hal ini ayam
telah menjadi sesuatu kebutuhan sebagai
salah satu sumber kebutuhan protein
hewani masyarakat dan biasa ditemui
sebagai satwa peliharaan oleh masyarakat
di Indonesia. Ayam tersebut terdiri atas
jenis ayam kampung atau buras, ayam ras
broiler (petelur dan pedaging) ataupun
ayam hias yang dapat menjadi salah satu
simbol strata sosial pemeliharanya. Salah
satu ayam hias yang endemik di Provinsi
Bengkulu adalah ayam Burgo atau juga
dikenal dengan nama ayam Rejang
(Putranto et al., 2009; 2010a, b, Setianto,
2009; Setianto et al., 2009; Warnoto dan
Setianto, 2009). Ayam Burgo merupakan
ayam lokal yang dapat dijumpai di
wilayah Provinsi Bengkulu dan hampir
tersebar di seluruh wilayah pedesaan
dengan populasi yang berbeda (Gibson,
2011). Unggas endemik Bengkulu ini
dapat ditemui pada hampir setiap
kabupaten di Provinsi Bengkulu, dan
hasil penelitian memperlihatkan bahwa
Kabupaten Rejang Lebong memiliki
populasi ayam Burgo domestikasi
terbanyak (Putranto, 2011b; Putranto et
al., 2010b, Nurmeliasari, 2003). Akan
tetapi, pada saat ini eksistensi ayam
Burgo tersebut dapat dikatakan belum
begitu dikenal secara luas ditataran
regional ataupun nasional sebagai salah
satu plasma nutfah Indonesia dengan
karakteristik dan keunikan yang khusus.
Hal ini dikarenakan masyarakat baik
masyarakat Bengkulu dan masyarakat di
Indonesia belum banyak mengetahui
tentang ayam Burgo.
Secara umum, pemeliharaan ayam
dilakukan dengan tujuan ekonomi
maupun hanya sekedar bagian dari hobi
atau kesenangan (pleasure).
Diketahui
bahwa atas dasar tujuan pemeliharaan,
maka ayam yang dipelihara dapat dibagi
atas beberapa tipe yaitu tipe ayam pedaging, tipe ayam petelur, tipe ayam
dwiguna dan diantaranya tipe ayam hias
dan aduan. Berdasarkan hasil penelitian
Putranto (2011b) dan Putranto et al. (2009;
2010a, b), ayam Burgo jantan lebih
menjadi preferensi pilihan pemelihara
dibanding ayam Burgo betina.
Pengembangan ayam Burgo jantan lebih
difokuskan sebagai ayam hias karena
keindahan bulu, bentuk dan ukuran
tubuh yang unik. Padahal ayam Burgo
betina juga memiliki potensi dijadikan
sebagai ayam petelur karena disinyalir
memiliki kemampuan yang cukup bagus
berupa produksi telur yang relatif tinggi.
Dalam upaya domestikasi ayam
Burgo (pemeliharaan intensif ataupun
semi intensif) sangat tergantung pada
keputusan petani untuk melakukan
domestikasinya. Nataamijaya (2010)
menjelaskan bahwa pengembangan ayam
lokal di Indonesia saat ini diarahkan pada
peningkatan skala kepemilikan dan
perbaikan teknik budidaya dengan
mengubah pola pemeliharaan dari pola
ekstensif tradisional (sistem umbaran) ke
usaha intensif komersial. Menurut
National Research Council (1993), ayam
peliharaan dari daerah tropis merupakan
sumber pangan paling penting di dunia.
Namun, usaha peternakan ayam lokal
belum berkembang antara lain belum
tersedianya bibit unggul serta cara
budidaya yang tidak efisien. Di negara
berkembang, usaha ternak ayam lokal
berperan penting dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat karena usaha
tersebut melibatkan sebagian besar
penduduk miskin (Sonaiya, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka
upaya pemeliharaan ayam Burgo secara
intensif dapat menjadi salah satu solusi
untuk mendukung usaha pemenuhan
kebutuhan protein hewani masyarakat
sekaligus untuk mengambil peran sebagai
salah satu solusi untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat di pedesaan.
Dalam studi ini, ayam Burgo betina
dipelihara dalam kandang individu
ukuran 1,0 x 0,8 m2 sebagai bentuk uji
coba sistem pemeliharaan intensif dan
diberikan suplementasi daun katuk
melalui air minum sebagai salah satu
bentuk aplikasi teknologi nutrisi pakan.
Daun katuk (Sauropus androgynus)
terutama bagian yang muda, telah lama
dikenal sebagai salah satu jenis sayur
yang lazim dikonsumsi masyarakat
(Gibson, 2011; Zueni, 2011). Tanaman ini
juga dikenal sebagai sebagai tanaman
herbal dan antiseptik (anti kuman dan
anti protozoa) karena bisa
menyembuhkan borok, bisul, koreng,
demam, darah kotor dan frambusia
(Irawan, 2003). Selanjutnya daun katuk
juga berfungsi untuk melancarkan air
susu ibu, sehingga daun katuk banyak
diberikan pada ternak perah setelah
melahirkan.
Daun katuk juga memiliki
fungsi sebagai sebagai anti lemak, anti
oksidan dan mempengaruhi metabolisme
lemak (Santoso et al., 1999).
Selanjutnya Santoso et al. (2003,
2005) menyebutkan bahwa pada ayam
petelur Leghorn, suplementasi ekstrak
daun katuk berpengaruh sangat positif
terhadap produksi telur baik dalam
persen, butir maupun gram dan juga
bahkan dapat meningkatkan jumlah
produksi telur. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa asam benzoat yang terkandung
dalam daun katuk, akan dikonversikan
menjadi estradiol-17β benzoat di dalam
tubuh. Estradiol-17β benzoat berperan
untuk meningkatkan fungsi reproduksi
dan merangsang pertumbuhan folikel
sehingga ayam dapat menghasilkan
produksi telur yang lebih tinggi dan lebih
efisien.
Beberapa pustaka lainnya
menjelaskan bahwa daun katuk memiliki
lima substansi dasar yang berasal dari
kelompok asam lemak polyunsaturated
dan berfungsi sebagai prekursor yang
berperan dalam biosintesa eicosanoids (prostaglandin, prostacycline, thromboxane,
lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat
dalam proses reproduksi dan fisiologi
(Ganong, 1993; Suprayogi, 2000), serta
kandungan 17-ketosteroid, androstan-17-
one, 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha berperan
penting pada biosintesa hormon steroid
betina (progesteron dan estradiol-17β)
(Despopoulos dan Silbernagi, 1991).
Menurut Putranto (2010, 2011a) dan
Putranto et al. (2007a, b, c; 2010b, c), fakta
fisiologi reproduksi berbagai jenis satwa
di Indonesia masih banyak yang belum
diketahui. Dalam hal ini termasuk fakta
fisiologi reproduksi ayam Burgo
(Putranto et al., 2010a, b). Padahal
diketahui bahwa informasi fisiologi
reproduksi jenis unggas endemik
Bengkulu ini merupakan data
fundamental yang sangat penting untuk
dikuasai sebelum dilanjutkan dengan
teknologi reproduksi lanjut.
Studi
tampilan organ reproduksi ayam Burgo
betina ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh suplementasi ekstrak daun
katuk yang diberikan melalui air minum
terhadap tampilan organ reproduksi dan
produksi telur ayam Burgo betina sebagai
salah satu upaya mendapatkan informasi
dasar fisiologi reproduksinya. Sebagai
hipotesa, diperkirakan ekstrak daun
katuk yang mengandung prekursor yang
berperan dalam biosintesa eicosanoids
(prostaglandin, prostacycline, thromboxane,
lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat
dalam proses reproduksi dan fisiologi
akan juga mempengaruhi tampilan organ
reproduksi dan produksi telur ayam
Burgo betina dalam studi ini.
MATERI DAN METODE
Ayam Burgo
Sebanyak 16 ekor ayam Burgo
betina yang berumur 10–12 bulan didapat
dengan cara membeli dari beberapa petani pemelihara ayam Burgo di
Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten
Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu.
Pemilihan ayam sampel telah dipastikan
adalah ayam yang merupakan F1 ayam
Burgo dengan cara: (1) konfirmasi dan
wawancara dengan petani pemelihara
ayam Burgo tersebut, (2) pengujian dan
pengamatan tanda-tanda fenotip ayam
Burgo secara visual. Seluruh ayam Burgo
dalam keadaan sehat dan tidak cacat
sewaktu dibeli dan selama masa studi.
Ayam-ayam tersebut telah dewasa
kelamin ditilik dari status ayam yang
telah memproduksi telur sebelum dibeli.
Menurut Warnoto (2001), ayam Burgo
mencapai dewasa kelaminnya pada umur
4,5 bulan dan ditambahkan oleh Setianto
(2009) bahwa ayam Burgo dapat
mencapai status dewasa kelaminnya lebih
cepat dibanding jenis ayam lokal
Indonesia lainnya.
Prosedur Ekstraksi dan Suplementasi Daun Katuk
Daun katuk segar didapatkan
dengan cara membeli dari beberapa
petani sayur di Kabupaten Bengkulu
Utara dan Kabupaten Bengkulu Tengah.
Dengan menggunakan metode yang
dipergunakan oleh Santoso et al. (2003,
2005), sebanyak 1,0 kg daun katuk segar
direndam dalam 6,0 l air menggunakan
wadah yang terbuat dari tanah liat dan
direbus selama 30 menit pada suhu
sekitar 60°C. Air rebusan disaring dan
sisa daun katuk kemudian dicampur
kembali dengan 6,0 l air dan kembali
direbus.
Proses perebusan dan
penyaringan diulang hingga 3 kali. Air
rebusan kemudian dipanaskan selama 48
jam pada suhu sekitar 50°C
menggunakan wadah yang juga terbuat
dari tanah liat hingga tersisa semacam endapan padat berbentuk pasta pada
dasar wadah.
Sebelumnya, telah dilakukan masa
adaptasi ayam Burgo terhadap perlakuan
suplementasi ekstrak daun katuk selama
10 hari sebelum masa studi dimulai,
termasuk adaptasi terhadap pakan,
kandang/sistem pemeliharaan dan
peralatan kandang. Ekstrak daun katuk
dilarutkan dengan cara diaduk-aduk
perlahan hingga tercampur merata dalam
100 ml air minum yang diberikan pada
pukul 07.00 pagi setiap hari. Berdasarkan
hasil pengamatan selama masa adaptasi,
air minum tersebut telah habis
dikonsumsi pada pukul 15.00 siang dan
selanjutnya air minum dapat
ditambahkan hingga menjadi ad libitum.
Selama masa studi, metode suplementasi
tersebut diaplikasikan kepada seluruh
ayam Burgo betina dan jumlah konsumsi
air minum dicatat setiap harinya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ayam Burgo merupakan salah satu
plasma nutfah Indonesia yang perlu
mendapat perhatian dari banyak pihak
yang berkepentingan. Sebagai ayam
buras lokal, selain karena menyimpan
potensi sebagai ayam hias (fancy fowl)
(Putranto et al., 2010a, b), unggas ini juga
memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai penghasil telur (Putranto, 2011b).
Tetapi sayang sekali, hingga saat ini
sistem budidaya dan upaya pembibitan
belum diketahui secara pasti apalagi
ditunjang oleh fakta bahwa pemeliharaan
ayam Burgo masih menggunakan sistem
backyard farming.
Diharapkan dengan
semakin banyaknya publikasi ilmiah dan
studi tentang ayam Burgo yang telah
dilakukan oleh berbagai pihak akan dapat
semakin menempatkan eksistensi ayam
Burgo sebagai salah satu plasma nutfah
penting Indonesia bahkan di dunia.
Ayam Burgo adalah ayam crossbreed
antara ayam hutan merah jantan (Gallus
gallus) dan ayam buras betina (Setianto,
2009; Warnoto ,2001). Memiliki ciri
spesifik pada jantan dan betinanya yaitu
pada bagian cuping telinga memiliki
ukuran yang lebar dan berwarna putih.
Ditambahkan oleh Setianto (2009), warna
putih pada cuping telinga biasanya
dijadikan sebagai salah satu kriteria terhadap keaslian genetiknya. Bentuk
tubuh ayam Burgo relatif kecil
dibandingkan ayam buras lain pada
umumnya, tetapi relatif lebih besar dari
ayam hutan merah dan mempunyai
warna kaki abu–abu (Warnoto, 2001).
Ayam Burgo betina dalam studi ini
mendapatkan perlakuan suplementasi
ekstrak daun katuk dalam 4 aras yaitu
nonsuplementasi, 9, 18 dan 27
gr/ekor/hari yang diprediksi dapat
mempengaruhi ukuran organ reproduksi
betina dan tampilan produksi telurnya.
Organ reproduksi betina berupa ovarium
dan oviduk memiliki peranan penting
dalam proses reproduksi dan produksi
telur. Ovarium merupakan bagian utama
organ reproduksi yang berfungsi sebagai
penghasil folikel atau ovum. Telah
diketahui pula bahwa ovarium
merupakan tempat sintesis hormon
steroid seksual, gametosis dan
perkembangan serta pemasakan kuning
telur (folikel) (Yuwanta, 2010).
Dijelaskan
lebih lanjut bahwa ovarium berbentuk
seperti buah anggur terletak pada rongga
perut berdekatan dengan ginjal sebelah
kiri dan bergantung pada ligamentum
meso-ovarium. Ovarium terbagi dalam dua
bagian, yaitu cortex pada bagian luar dan
medulla pada bagian dalam. Cortex
mengandung folikel dan pada folikel
terdapat sel–sel telur.
Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil
studi berupa hasil penimbangan berat
ovarium sebelah kanan dan kiri dari
ayam Burgo betina. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa suplementasi
ekstrak daun katuk berpengaruh tidak
nyata terhadap rerata berat ovarium
ayam Burgo betina baik ovarium sebelah
kanan maupun kiri (P> 0,05).
Secara umum berat ovarium unggas
pada saat DOC mencapai 0,3 gr dan pada
ayam betina umur 12 minggu mencapai
60 gr (Yuwanta, 2010). Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dikatakan
bahwa berat ovarium ayam Burgo betina
dalam studi ini tergolong rendah.
Tercatat berat ovarium ayam Burgo
betina bervariasi mulai dari 0,0427gr
hingga 0,5128 gr yang keduanya
merupakan ovarium sebelah kiri.
Rendahnya berat ovarium ayam Burgo
betina dalam studi ini diperkirakan akibat
konsumsi pakan yang tidak optimal
selama studi berlangsung (Gibson, 2011).
Selanjutnya ditambahkan oleh Gibson
(2011) bahwa perlakuan pemeliharaan
intensif dalam kandang individual
diperkirakan telah memunculkan gejala
cekaman yang mengakibatkan rendahnya
konsumsi pakan ayam Burgo tersebut.
Hal ini sesuai dengan laporan Braw-Tal et
al. (2004) yang menyatakan bahwa pada
saat konsumsi pakan berkurang akan
mengakibatkan penurunan berat ovarium,
jumlah folikel serta disfungsi dari ovarium.
Walaupun berpengaruh tidak
nyata, ternyata suplementasi ekstrak
daun katuk telah mengakibatkan ayam
Burgo betina memiliki kecenderungan
berat ovarium yang lebih tinggi
dibanding ayam nonsuplementasi
(kontrol).
Diduga kandungan senyawa
aktif utama dalam daun katuk yaitu
estradiol-17β benzoat mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan fungsi
reproduksi dan merangsang
pertumbuhan folikel sehingga ayam
dapat menghasilkan ovum yang lebih
banyak (Santoso et al., 2003; 2005).
Dengan ovum/folikel yang lebih banyak
berarti ovarium menjadi lebih aktif dan
menjadi bertambah ukurannya untuk
mengakomodir aktifitas tersebut.
SIMPULAN
Walaupun data menunjukkan
bahwa suplementasi ekstrak daun katuk
belum mempengaruhi secara optimal
terhadap seluruh paramater yang diamati
dalam studi ini tetapi terdapat
kecenderungan bahwa ekstrak daun
katuk dengan kandungan berbagai
prekursor dan senyawa aktif didalamnya
mampu memberikan pengaruh yang
positif terhadap ukuran ovarium dan
oviduk serta tampilan produksi telur
ayam Burgo betina.
Sumber Jurnal Lengkap format Pdf