Sabtu, 10 Desember 2016

Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo

Heri D. Putranto1,2) 

1) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu 2) Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Unib Jalan Raya W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A Telp. +62 -736 - 21170 ext. 219 Faks. +62 -736 - 21290 e-mail: heri_dp@unib.ac.id

ABSTRACT 
Burgo chicken is one of potential natural fauna resources of Bengkulu Province, Indonesia. The reproductive physiology status of this endemic species is still remain unclear. The cock well knowns for its beautiful color and classified as a crowler type fowl. The hen has a potency as an egg producer. Female burgos in this study were supplemented by 4 levels of katuk leaves extract (non-supplemented, 9, 18 and 27g/chick/day) during 8 weeks. The purpose of this study was to explore the effect of katuk leaves extract supplementation diluted into drinking water on female burgo’s ovarium and oviduct size, and egg production. The results showed that the treatment did not significantly affected all parameters (P>0.05). However, the supplemented of katuk leaves extract hen groups had a higher egg production and ovarium and oviduct size than non-supplemented group. The reason was katuk leaves contains precursor which has a main role in eicosanoids biosynthesis and involved in reproduction and physiological process. Katuk leaves also contains estradiol-17β benzoate which is functioned to improve the reproduction and to stimulate follicle growth and finally caused a higher egg production. 

Key words: Female burgo, egg production, ovarium, oviduct.


ABSTRAK 

Ayam Burgo merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Bengkulu dan juga Indonesia yang hingga saat ini belum banyak diketahui tentang informasi fisiologi reproduksinya. Selain dikenal karena keindahan bulu dan suara ayam jantannya, ayam Burgo betina juga memiliki potensi sebagai penghasil telur. Pada studi ini, ayam Burgo betina mendapatkan suplementasi ekstrak daun katuk yang dibagi dalam 4 aras yaitu nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 gr/ekor/hari selama 8 minggu. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi ekstrak daun katuk yang diberikan melalui air minum terhadap ukuran ovarium, oviduk dan tampilan produksi telur ayam Burgo betina sebagai salah satu upaya mendapatkan informasi dasar fisiologi reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati (P>0,05). Tetapi dengan adanya suplementasi ekstrak daun katuk, ayam Burgo betina memiliki kecenderungan untuk bisa menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi serta ukuran ovarium dan oviduk yang lebih baik dibanding ayam nonsuplementasi. Hal ini disebabkan karena daun katuk memiliki kandungan prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi serta kandungan senyawa aktif seperti estradiol-17β benzoat yang dapat meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi. 

Kata kunci: Ayam Burgo betina, ovarium, oviduk, produksi telur


PENDAHULUAN 


Satwa unggas dalam hal ini ayam telah menjadi sesuatu kebutuhan sebagai salah satu sumber kebutuhan protein hewani masyarakat dan biasa ditemui sebagai satwa peliharaan oleh masyarakat di Indonesia. Ayam tersebut terdiri atas jenis ayam kampung atau buras, ayam ras broiler (petelur dan pedaging) ataupun ayam hias yang dapat menjadi salah satu simbol strata sosial pemeliharanya. Salah satu ayam hias yang endemik di Provinsi Bengkulu adalah ayam Burgo atau juga dikenal dengan nama ayam Rejang (Putranto et al., 2009; 2010a, b, Setianto, 2009; Setianto et al., 2009; Warnoto dan Setianto, 2009). Ayam Burgo merupakan ayam lokal yang dapat dijumpai di wilayah Provinsi Bengkulu dan hampir tersebar di seluruh wilayah pedesaan dengan populasi yang berbeda (Gibson, 2011). Unggas endemik Bengkulu ini dapat ditemui pada hampir setiap kabupaten di Provinsi Bengkulu, dan hasil penelitian memperlihatkan bahwa Kabupaten Rejang Lebong memiliki populasi ayam Burgo domestikasi terbanyak (Putranto, 2011b; Putranto et al., 2010b, Nurmeliasari, 2003). Akan tetapi, pada saat ini eksistensi ayam Burgo tersebut dapat dikatakan belum begitu dikenal secara luas ditataran regional ataupun nasional sebagai salah satu plasma nutfah Indonesia dengan karakteristik dan keunikan yang khusus. Hal ini dikarenakan masyarakat baik masyarakat Bengkulu dan masyarakat di Indonesia belum banyak mengetahui tentang ayam Burgo. Secara umum, pemeliharaan ayam dilakukan dengan tujuan ekonomi maupun hanya sekedar bagian dari hobi atau kesenangan (pleasure). 

Diketahui bahwa atas dasar tujuan pemeliharaan, maka ayam yang dipelihara dapat dibagi atas beberapa tipe yaitu tipe ayam pedaging, tipe ayam petelur, tipe ayam dwiguna dan diantaranya tipe ayam hias dan aduan. Berdasarkan hasil penelitian Putranto (2011b) dan Putranto et al. (2009; 2010a, b), ayam Burgo jantan lebih menjadi preferensi pilihan pemelihara dibanding ayam Burgo betina. Pengembangan ayam Burgo jantan lebih difokuskan sebagai ayam hias karena keindahan bulu, bentuk dan ukuran tubuh yang unik. Padahal ayam Burgo betina juga memiliki potensi dijadikan sebagai ayam petelur karena disinyalir memiliki kemampuan yang cukup bagus berupa produksi telur yang relatif tinggi. Dalam upaya domestikasi ayam Burgo (pemeliharaan intensif ataupun semi intensif) sangat tergantung pada keputusan petani untuk melakukan domestikasinya. Nataamijaya (2010) menjelaskan bahwa pengembangan ayam lokal di Indonesia saat ini diarahkan pada peningkatan skala kepemilikan dan perbaikan teknik budidaya dengan mengubah pola pemeliharaan dari pola ekstensif tradisional (sistem umbaran) ke usaha intensif komersial. Menurut National Research Council (1993), ayam peliharaan dari daerah tropis merupakan sumber pangan paling penting di dunia. 

Namun, usaha peternakan ayam lokal belum berkembang antara lain belum tersedianya bibit unggul serta cara budidaya yang tidak efisien. Di negara berkembang, usaha ternak ayam lokal berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat karena usaha tersebut melibatkan sebagian besar penduduk miskin (Sonaiya, 2007). Berdasarkan uraian diatas, maka upaya pemeliharaan ayam Burgo secara intensif dapat menjadi salah satu solusi untuk mendukung usaha pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat sekaligus untuk mengambil peran sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan. 

Dalam studi ini, ayam Burgo betina dipelihara dalam kandang individu ukuran 1,0 x 0,8 m2 sebagai bentuk uji coba sistem pemeliharaan intensif dan diberikan suplementasi daun katuk melalui air minum sebagai salah satu bentuk aplikasi teknologi nutrisi pakan. Daun katuk (Sauropus androgynus) terutama bagian yang muda, telah lama dikenal sebagai salah satu jenis sayur yang lazim dikonsumsi masyarakat (Gibson, 2011; Zueni, 2011). Tanaman ini juga dikenal sebagai sebagai tanaman herbal dan antiseptik (anti kuman dan anti protozoa) karena bisa menyembuhkan borok, bisul, koreng, demam, darah kotor dan frambusia (Irawan, 2003). Selanjutnya daun katuk juga berfungsi untuk melancarkan air susu ibu, sehingga daun katuk banyak diberikan pada ternak perah setelah melahirkan. 

Daun katuk juga memiliki fungsi sebagai sebagai anti lemak, anti oksidan dan mempengaruhi metabolisme lemak (Santoso et al., 1999). Selanjutnya Santoso et al. (2003, 2005) menyebutkan bahwa pada ayam petelur Leghorn, suplementasi ekstrak daun katuk berpengaruh sangat positif terhadap produksi telur baik dalam persen, butir maupun gram dan juga bahkan dapat meningkatkan jumlah produksi telur. Lebih lanjut dijelaskan bahwa asam benzoat yang terkandung dalam daun katuk, akan dikonversikan menjadi estradiol-17β benzoat di dalam tubuh. Estradiol-17β benzoat berperan untuk meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi dan lebih efisien. 

Beberapa pustaka lainnya menjelaskan bahwa daun katuk memiliki lima substansi dasar yang berasal dari kelompok asam lemak polyunsaturated dan berfungsi sebagai prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids (prostaglandin, prostacycline, thromboxane, lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi (Ganong, 1993; Suprayogi, 2000), serta kandungan 17-ketosteroid, androstan-17- one, 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha berperan penting pada biosintesa hormon steroid betina (progesteron dan estradiol-17β) (Despopoulos dan Silbernagi, 1991). Menurut Putranto (2010, 2011a) dan Putranto et al. (2007a, b, c; 2010b, c), fakta fisiologi reproduksi berbagai jenis satwa di Indonesia masih banyak yang belum diketahui. Dalam hal ini termasuk fakta fisiologi reproduksi ayam Burgo (Putranto et al., 2010a, b). Padahal diketahui bahwa informasi fisiologi reproduksi jenis unggas endemik Bengkulu ini merupakan data fundamental yang sangat penting untuk dikuasai sebelum dilanjutkan dengan teknologi reproduksi lanjut. 

Studi tampilan organ reproduksi ayam Burgo betina ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi ekstrak daun katuk yang diberikan melalui air minum terhadap tampilan organ reproduksi dan produksi telur ayam Burgo betina sebagai salah satu upaya mendapatkan informasi dasar fisiologi reproduksinya. Sebagai hipotesa, diperkirakan ekstrak daun katuk yang mengandung prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids (prostaglandin, prostacycline, thromboxane, lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi akan juga mempengaruhi tampilan organ reproduksi dan produksi telur ayam Burgo betina dalam studi ini. 

MATERI DAN METODE 

Ayam Burgo Sebanyak 16 ekor ayam Burgo betina yang berumur 10–12 bulan didapat dengan cara membeli dari beberapa petani pemelihara ayam Burgo di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu. Pemilihan ayam sampel telah dipastikan adalah ayam yang merupakan F1 ayam Burgo dengan cara: (1) konfirmasi dan wawancara dengan petani pemelihara ayam Burgo tersebut, (2) pengujian dan pengamatan tanda-tanda fenotip ayam Burgo secara visual. Seluruh ayam Burgo dalam keadaan sehat dan tidak cacat sewaktu dibeli dan selama masa studi. Ayam-ayam tersebut telah dewasa kelamin ditilik dari status ayam yang telah memproduksi telur sebelum dibeli. Menurut Warnoto (2001), ayam Burgo mencapai dewasa kelaminnya pada umur 4,5 bulan dan ditambahkan oleh Setianto (2009) bahwa ayam Burgo dapat mencapai status dewasa kelaminnya lebih cepat dibanding jenis ayam lokal Indonesia lainnya. 

Prosedur Ekstraksi dan Suplementasi Daun Katuk 

Daun katuk segar didapatkan dengan cara membeli dari beberapa petani sayur di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan menggunakan metode yang dipergunakan oleh Santoso et al. (2003, 2005), sebanyak 1,0 kg daun katuk segar direndam dalam 6,0 l air menggunakan wadah yang terbuat dari tanah liat dan direbus selama 30 menit pada suhu sekitar 60°C. Air rebusan disaring dan sisa daun katuk kemudian dicampur kembali dengan 6,0 l air dan kembali direbus. 

Proses perebusan dan penyaringan diulang hingga 3 kali. Air rebusan kemudian dipanaskan selama 48 jam pada suhu sekitar 50°C menggunakan wadah yang juga terbuat dari tanah liat hingga tersisa semacam endapan padat berbentuk pasta pada dasar wadah. Sebelumnya, telah dilakukan masa adaptasi ayam Burgo terhadap perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk selama 10 hari sebelum masa studi dimulai, termasuk adaptasi terhadap pakan, kandang/sistem pemeliharaan dan peralatan kandang. Ekstrak daun katuk dilarutkan dengan cara diaduk-aduk perlahan hingga tercampur merata dalam 100 ml air minum yang diberikan pada pukul 07.00 pagi setiap hari. Berdasarkan hasil pengamatan selama masa adaptasi, air minum tersebut telah habis dikonsumsi pada pukul 15.00 siang dan selanjutnya air minum dapat ditambahkan hingga menjadi ad libitum. Selama masa studi, metode suplementasi tersebut diaplikasikan kepada seluruh ayam Burgo betina dan jumlah konsumsi air minum dicatat setiap harinya

HASIL DAN PEMBAHASAN 


Ayam Burgo merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia yang perlu mendapat perhatian dari banyak pihak yang berkepentingan. Sebagai ayam buras lokal, selain karena menyimpan potensi sebagai ayam hias (fancy fowl) (Putranto et al., 2010a, b), unggas ini juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil telur (Putranto, 2011b). Tetapi sayang sekali, hingga saat ini sistem budidaya dan upaya pembibitan belum diketahui secara pasti apalagi ditunjang oleh fakta bahwa pemeliharaan ayam Burgo masih menggunakan sistem backyard farming. 

Diharapkan dengan semakin banyaknya publikasi ilmiah dan studi tentang ayam Burgo yang telah dilakukan oleh berbagai pihak akan dapat semakin menempatkan eksistensi ayam Burgo sebagai salah satu plasma nutfah penting Indonesia bahkan di dunia. Ayam Burgo adalah ayam crossbreed antara ayam hutan merah jantan (Gallus gallus) dan ayam buras betina (Setianto, 2009; Warnoto ,2001). Memiliki ciri spesifik pada jantan dan betinanya yaitu pada bagian cuping telinga memiliki ukuran yang lebar dan berwarna putih. Ditambahkan oleh Setianto (2009), warna putih pada cuping telinga biasanya dijadikan sebagai salah satu kriteria terhadap keaslian genetiknya. Bentuk tubuh ayam Burgo relatif kecil dibandingkan ayam buras lain pada umumnya, tetapi relatif lebih besar dari ayam hutan merah dan mempunyai warna kaki abu–abu (Warnoto, 2001). 

Ayam Burgo betina dalam studi ini mendapatkan perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk dalam 4 aras yaitu nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 gr/ekor/hari yang diprediksi dapat mempengaruhi ukuran organ reproduksi betina dan tampilan produksi telurnya. Organ reproduksi betina berupa ovarium dan oviduk memiliki peranan penting dalam proses reproduksi dan produksi telur. Ovarium merupakan bagian utama organ reproduksi yang berfungsi sebagai penghasil folikel atau ovum. Telah diketahui pula bahwa ovarium merupakan tempat sintesis hormon steroid seksual, gametosis dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel) (Yuwanta, 2010). 

Dijelaskan lebih lanjut bahwa ovarium berbentuk seperti buah anggur terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal sebelah kiri dan bergantung pada ligamentum meso-ovarium. Ovarium terbagi dalam dua bagian, yaitu cortex pada bagian luar dan medulla pada bagian dalam. Cortex mengandung folikel dan pada folikel terdapat sel–sel telur. Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil studi berupa hasil penimbangan berat ovarium sebelah kanan dan kiri dari ayam Burgo betina. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak daun katuk berpengaruh tidak nyata terhadap rerata berat ovarium ayam Burgo betina baik ovarium sebelah kanan maupun kiri (P> 0,05).

Secara umum berat ovarium unggas pada saat DOC mencapai 0,3 gr dan pada ayam betina umur 12 minggu mencapai 60 gr (Yuwanta, 2010). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa berat ovarium ayam Burgo betina dalam studi ini tergolong rendah. Tercatat berat ovarium ayam Burgo betina bervariasi mulai dari 0,0427gr hingga 0,5128 gr yang keduanya merupakan ovarium sebelah kiri. Rendahnya berat ovarium ayam Burgo betina dalam studi ini diperkirakan akibat konsumsi pakan yang tidak optimal selama studi berlangsung (Gibson, 2011). 

Selanjutnya ditambahkan oleh Gibson (2011) bahwa perlakuan pemeliharaan intensif dalam kandang individual diperkirakan telah memunculkan gejala cekaman yang mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan ayam Burgo tersebut. Hal ini sesuai dengan laporan Braw-Tal et al. (2004) yang menyatakan bahwa pada saat konsumsi pakan berkurang akan mengakibatkan penurunan berat ovarium, jumlah folikel serta disfungsi dari ovarium. Walaupun berpengaruh tidak nyata, ternyata suplementasi ekstrak daun katuk telah mengakibatkan ayam Burgo betina memiliki kecenderungan berat ovarium yang lebih tinggi dibanding ayam nonsuplementasi (kontrol). 

Diduga kandungan senyawa aktif utama dalam daun katuk yaitu estradiol-17β benzoat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam dapat menghasilkan ovum yang lebih banyak (Santoso et al., 2003; 2005). Dengan ovum/folikel yang lebih banyak berarti ovarium menjadi lebih aktif dan menjadi bertambah ukurannya untuk mengakomodir aktifitas tersebut.

SIMPULAN 

Walaupun data menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak daun katuk belum mempengaruhi secara optimal terhadap seluruh paramater yang diamati dalam studi ini tetapi terdapat kecenderungan bahwa ekstrak daun katuk dengan kandungan berbagai prekursor dan senyawa aktif didalamnya mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap ukuran ovarium dan oviduk serta tampilan produksi telur ayam Burgo betina.